1.1 Latar Belakang
Kebudayaan adalah hasil karya manusia yang diperolehnya dengan cara belajar. Dalam pengalaman dan proses belajar, manusia memperoleh serangkaian pengetahuan mengenai simbol-simbol. Dengan adanya simbol-simbol tersebut, kebudayaan dapat dikembangkan karena suatu peristiwa atau benda dapat dipahami oleh sesama warga masyarakat hanya dengan menggunakan satu istilah saja (Yan Mujianto.dkk, 2010: 4).
Kebudayaan sangat erat dengan masyarakat. Menville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski (dalam Yan Mujianto.dkk, 2010: 2) mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki manusia itu sendiri. Masyarakat Indonesia misalnya memiliki kebudayaan yang sangat beranekaragam. Masing-masing pulau dan suku yang ada di Indonesia memiliki karakteristik budaya tersendiri, yang merupakan ciri masing-masing daerah tersebut.
Berkaitan dengan kebudayaan yang ada dimasyarakat, dalam hal ini penulis akan membahas tentang salah satu unsur kebudayaan yang berada di daerahnya.
Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
1. Menville J. Herskovits (dalam Yan Mujianto.dkk, 2010: 10) menyebutkan bahwa kebudayaan memiliki 4 unsur pokok yaitu:
a. alat-alat teknologi
b. sistem ekonomi
c. keluarga
d. kekuasaan politik
2. Bronislaw Malinowski (dalam Yan Mujianto.dkk, 2010: 10) mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
a. sistem norma yang memnungkinkan kerjasama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
b. organisasi ekonomi
c. alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan ( keluarga adalah lembaga pendidikan utama )
d. organisasi kekuatan
3. Koentjaraningrat (2002: 2) mengatakan bahwa unsur-unsur kebudayaan yang universal terbagi menjadi 7 yaitu:
a. sistem religi dan upacara keagamaan
b. sistem dan organisasi kemasyarakatan
c. sistem pengetahuan
d. bahasa
e. kesenian
f. sistem mata pencaharian hidup
g. sistem teknologi dan peralatan
2.2 Ketiga wujud kebudayaan yang ada dalam ritual baratan didaerah Kalinyamatan Jepara.
Ritual Baratan diperingati pada tanggal 15 Sya’ban atau Ruwah/ bertepatan dengan malam Nishfu Sya’ban, karena malam Nishfu Sya’ban berkaitan dengan pergantian buku catatan amal baik dan buruk, maka ritual Baratan ini dapat pula dikatakan sebagai ajang evaluasi diri.
Baratan berasal dari kata arab baratan yang berarti terbebas (dari kekhilafan) setelah memohon ampun. Hal-hal yang perlu ada dalam ritual Baratan ini adalah:
a. Makanan Puli
Yaitu semacam gendar yang terbuat dari nasi. Puli berasal dari Bahasa arab yaitu afwu lii, yang berarti maafkanlah aku.
b. Lampu lampion
Lampionnya dapat berupa: Impes yaitu jika berbentuk silinder dan berkerut, bentuk-bentuk binatang, dan berupa bus, pesawat, ataupun yang lain.
Dalam hal ini makanan puli dan lampu lampion merupakan syarat yang harus ada dalam ritual Baratan. (http://tradisi-baratan-di-jepara-ada-pawai-lampion.htm)
Menurut Koentjaraningrat (2002: 5) wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga yaitu:
1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.
2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat.
3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Wujud pertama kebudayaan yang berupa gagasan yaitu Baratan merupakan tradisi yang mengangkat pernik kehidupan di masa pemerintahan Ratu Kalinyamat dan Suaminya Sultan Hadirin. Para tetua mempunyai gagasan bahwa tradisi Baratan ini harus selalu ada karena mengandung nilai sosial budaya yang tinggi, terdapat pelajaran dan hikmah didalamnya sehingga dapat dijadikan pijakan menjadi manusia yang lebih baik.
Wujud kedua kebudayaan yang sering disebut sistem sosial, mengenai kelakuan berpola dari manusia. Sistem ini terdiri dari aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan, dan bergaul satu sama lain dari tahun ke tahun dan berpola gotong-royong, toleransi, serta saling membantu untuk mempersiapkan dan menjaga kelangsungan tradisi Baratan tersebut.
Wujud ketiga dari kebudayaan disebut kebudayaan fisik dan sifatnya paling konkret. Dalam hal ini kebudayaan berupa makanan puli, lampu-lampu lampion, dan arak-arakan Ratu Kalinyamat.
Ketiga wujud kebudayaan tersebut sangat erat kaitannya dan tidak dapat terpisahkan. Contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan ( aktivitas ) dan benda-benda hasil karya manusia.
3.1 Simpulan
Kebudayaan merupakan hasil karya manusia yang diperolehnya dengan cara belajar. Unsur-unsur kebudayaan menurut Menville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski dibedakan menjadi 4, sedangkan menurut koentjaraningrat dibedakan menjadi 7 unsur universal.
Wujud pertama kebudayaan dalam ritual Baratan yaitu pemikiran para tetua bahwa tradisi Baratan ini harus selalu ada karena mengandung nilai sosial budaya yang tinggi, terdapat pelajaran dan hikmah didalamnya sehingga dapat dijadikan pijakan menjadi manusia yang lebih baik.
Wujud kedua kebudayaan dalam ritual Baratan yaitu mengenai kelakuan berpola dari manusia.
Wujud ketiga kebudayaan dalam ritual Baratan yaitu berupa makanan puli, lampu-lampu lampion, dan arak-arakan Ratu Kalinyamat.
3.2 Saran
Dengan adanya penulisan makalah ini, penulis berharap semoga dapat memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan mengenai unsur-unsur kebudayaan dan wujud kebudayaan yang ada dalam ritual Baratan. Selain itu penulis juga memberikan saran kepada warga masyarakat Kalinyamatan dan pembaca agar dapat menjalankan dan mempertahankan tradisi/ritual yang telah ada dengan sebaik-baiknya untuk menjaga kelestariannya serta menumbuhkan rasa iman dan takwa kepada Allah tanpa ada rasa syirik dan melenceng dari nilai-nilai agama.
DAFTAR PUSTAKA
Mujianto, Yan.dkk. 2010. Pengantar Ilmu Budaya. Yogyakarta: Pelangi Publishing.
Koentjaraningrat. 2002. Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Tresno. Baratan. http://BARATAN%20%C2%AB%20Tresno%20Atine.htm (diunduh 4 November 2010).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar